Visualindonesia.com,-
Penonton JAFF 2025 menutup festival film terbesar di Indonesia itu dengan air mata, tawa, dan antrean panjang, semuanya berkat “Suka Duka Tawa”, film perdana sutradara muda Aco Tenriyagelli yang dipilih sebagai closing film tahun ini.
Bahkan sebelum ditayangkan di Jogja National Museum pada penutupan JAFF 2025, tiketnya ludes terjual hanya dalam hitungan jam sejak pertama kali dibuka, menandai antusiasme luar biasa dari publik terhadap karya yang menyatukan drama keluarga, trauma masa kecil, dan dunia stand-up comedy secara cerdas dan menyentuh.
Film produksi BION Studios dan Spasi Moving Image ini mengisahkan Tawa (Rachel Amanda), seorang komika muda yang menggunakan panggung stand-up comedy sebagai saluran untuk menyembuhkan luka akibat ditinggal sang ayah, Keset (Teuku Rifnu Wikana), seorang pelawak televisi terkenal yang justru tak mampu membuka hati pada keluarganya sendiri.
Ditemani ibunya (Marissa Anita), Tawa berjuang memahami arti cinta, komunikasi, dan identitas diri lewat lelucon yang lahir dari rasa kehilangan paling dalam. Di tangannya, tawa bukan sekadar hiburan, tapi terapi, seperti yang dikatakan Aco sendiri: “Saya ingin mengajak penonton menertawakan luka, karena tertawa bersama keluarga adalah hal paling berharga.”

Respons penonton tak hanya hangat, tapi emosional. Di media sosial, “Suka Duka Tawa” viral sebagai “roller coaster perasaan” yang membuat penonton menangis di menit 10 lalu tertawa terbahak di menit 15, mirip sensasi scrolling FYP TikTok yang penuh kontras emosi.
Aktor sekaligus komedian Aming menyebut skripnya “bahaya banget”, sementara pengguna X @syafrz mengaku “capek banget baru netes nangis, langsung kena punchliner”.
Bukan sekadar komedi, film ini menyentuh isu yang jarang diangkat: bagaimana ketidakhadiran emosional seorang ayah membentuk cara seorang anak memandang hidup, cinta, dan karier.
Antusiasme itu berlanjut di luar festival. Pada Minggu, 7 Desember 2025, “Suka Duka Tawa” kembali diputar dalam Mendadak Screening di CGV Depok Mall dan lagi-lagi tiket habis, antrean mengular, serta merchandise eksklusif ludes.
Penonton mengaku merasa “dekat” dengan kisah Tawa, terutama mereka yang tumbuh dengan relasi rumit bersama orang tua atau mengenal kehilangan yang sulit diungkapkan.
Di balik layar, kolaborasi ini bukan datang tiba-tiba. Produser eksekutif Ajeng Parameswari mengungkap bahwa pembicaraan dengan Aco telah berlangsung bertahun-tahun.

“Ketika film ini terpilih sebagai closing film JAFF 2025, itu momen monumental, cita-cita yang akhirnya tercapai,” katanya.
Sementara produser Ajish Dibyo memuji Aco sebagai sutradara “yang sangat terukur dan bertanggung jawab atas visi kreatifnya”.
Bagi Rachel Amanda, yang telah berkolaborasi dengan Aco sejak film pendek pertamanya hingga tampil di JAFF bertahun lalu, momen ini sangat emosional.
“Kami tumbuh dan berkarya bersama. Aco selalu punya cerita yang fresh tapi personal,” ujarnya.
Marissa Anita, yang memerankan sosok ibu kuat nan rapuh, menambahkan, “Aco bisa memainkan sesuatu yang mendalam tapi dibungkus lucu. Penonton akan tertawa, mikir, dan menangis, semua dalam satu film.”
Yang membuat “Suka Duka Tawa” semakin istimewa adalah komitmennya menghadirkan dunia stand-up comedy secara autentik. Bukan sekadar latar belakang, tapi sebagai denyut utama cerita.
Aco melibatkan komika ternama seperti Bintang Emon, Arif Brata, dan Gilang Bhaskara bukan hanya sebagai cameo, tapi sebagai bagian integral dari perjalanan Tawa.
“Ini film paling realistis soal perjuangan komika stand-up di Indonesia,” puji Bintang Emon.
Dengan naskah tajam karya Indriani Agustina, akting yang menyentuh, dan arahan visual penuh perasaan, “Suka Duka Tawa” bukan hanya menandai debut sinematik Aco Tenriyagelli, tapi juga membuka jalan baru bagi film Indonesia yang berani menggabungkan humor dan kedalaman emosional tanpa jatuh ke klise.
Bagi penonton yang rindu film yang membuat mereka tertawa dan menangis tulus, ini adalah karya yang tak boleh dilewatkan.
(*/cia; foto: ist





