Visualindonesia.com,-
Di balik gemerlap lampu-lampu Natal yang mulai menghiasi jendela-jendela Jakarta, ada kisah kecil tentang kerinduan akan kehangatan, dan di pusat perbelanjaan Senayan, kerinduan itu diwujudkan dalam bentuk bola kaca, karangan daun pinus, dan gantungan berbentuk bintang yang siap mengubah rumah biasa menjadi panggung kecil dari sukacita Natal 2025.
Minggu pagi di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, terasa lebih meriah dari biasanya. Bukan karena konser atau peluncuran produk, melainkan karena deretan toko yang mulai berhiaskan ornamen merah, hijau, dan emas, tanda tak terbantahkan bahwa Natal 2025 sudah di depan mata.
Di sini, warga Jakarta dari berbagai latar belakang berdatangan, bukan hanya untuk berbelanja, tapi untuk merangkai suasana. Mereka mencari lebih dari sekadar pernak-pernik; mereka mencari cara untuk menjemput kehangatan di tengah hiruk-pikuk ibu kota.
Pernak-pernik Natal yang dijajakan bervariasi dalam bentuk, bahan, dan tentu saja harga mulai dari Rp35 ribu untuk gantungan kecil berbahan kertas daur ulang hingga Rp1,5 juta untuk set dekorasi premium berbahan kristal atau kayu solid yang didesain oleh pengrajin lokal.

Ada ornamen bergaya Skandinavia yang minimalis, ada pula yang memadukan nuansa tradisional Indonesia, seperti gantungan berbentuk wayang atau motif batik berkilau perak. Pilihan ini mencerminkan bagaimana perayaan Natal di Indonesia kini bukan hanya meniru tren global, tapi juga mengekspresikan identitas lokal.
Bagi banyak keluarga, khususnya yang tinggal di apartemen atau rumah kecil, dekorasi Natal menjadi medium untuk menciptakan “ruang bersama” yang jarang terjadi di tengah kesibukan sehari-hari.
Seorang ibu muda yang ditemui di salah satu mal mengatakan, “Anak saya selalu menunggu momen ini. Kami pasang pohon bersama, gantung ornamen sambil dengar lagu Natal. Itu waktu kami.”
Ritual sederhana ini, yang mungkin terlihat sepele, justru menjadi bentuk self-care modern: pelarian dari layar ponsel, deadline kerja, dan tekanan sosial.

Di balik semarak ini, ada pula ekosistem ekonomi mikro yang tumbuh. Banyak penjual dekorasi adalah UMKM yang memanfaatkan momen Natal untuk memperkenalkan produk handmade-nya.
Mereka tidak hanya menjual barang, tapi juga cerita tentang proses pembuatan, tentang harapan yang mereka sematkan di setiap gantungan. Dan konsumen, sadar atau tidak, ikut menjadi bagian dari narasi itu saat membawa pulang sebuah ornamen.
Jelang akhir tahun, ketika cuaca Jakarta tetap panas tapi hati ingin dingin dan tenang, pernak-pernik Natal menjadi semacam mantra visual: pengingat bahwa keindahan bisa diciptakan, kebersamaan bisa diundang, dan musim perayaan bukan soal seberapa besar pohon yang dipasang, tapi seberapa tulus ruang itu dibuka untuk orang-orang tercinta.
(*/dee; foto: dsp







